Sabtu, Agustus 22, 2009

“Semalam di Untung Jawa”…



Sebuah perjalanan Rihlah dengan konsep sederhana, dengan niat tulus untuk menghiburberjuang mengahadapi Sapa Sahabat..

Perjalanan ini bermula, ketika kuusulkan ide Rihlah ke pada tim syuro saat syuro terakhir sebelum menghadapi libur dan agenda besar “Dakwah Kampus”. Ketika itu kami semua bersepakat untuk rihlah. Kemudian ide-ide pun bermunculan mau pergi kemana, ada yang mengusulkan ke puncak dan ada pula yang mengusulkan ke pantai dan beberapa lokasi lainnya. Dan akhirnya diputuskan untuk Rihlah Ke Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu yang merupakan ide Dian Fitriah.

Saat ingin melakukan perjalanan ini, kami tidak melakukan survei terlebih dahulu. Hanya bertanya kepada teman SMA-ku di Jakarta Utara dan temannya Dian Fitriah. Untuk pemimpin Rihlah ini adalah diriku sendiri, Arys “GM FR Angkatan ke -2” dan Dian Fitriah yang bertanggung jawab atas para akhwat. Loh kok bisa begitu, jawabannya mudah. Karena aku pernah bersekolah di Jakarta Utara dan cukup mengenal Jakarta utara sedangkan Dian Fitriah dipilih, karena dia tahu tentang tempat rihlah yang akan dituju.

Konsep awal rihlah ini awalnya hanya ingin makan-makan di tempat tersebut dan kemudian sorenya pulang. Namun, waktu berkata beda. Allah memberikan kesempatan kita untuk menginap semalam di sana, di Pulau Untung Jawa. Dan kami pun sempat menikmati matahari terbenam di sana, fenomena alam yang paling aku suka. Sebenarnya para ikhwan ingin melihat matahari terbit hanya sayang disayang setelah sholat subuh di mesjid sana, kita tertidur kembali dan matahri pun terbit tanpa membangunkan kita untuk berkata “Aku akan terbit pagi ini”. tapi, paling tidak kami bisa menikmati udara pagi di sebuah pulau. Suasana yang begitu lama aku rindukan ketika di Dumai dan Pulau Batam, Kepulauan Riau. “Masa Kecil ku dulu”, meski aku tidak begitu banyak mengingatnya. Entah kenapa beranjak dewasa, kenangan masa kecil ada yang terlupakan.

Ketika pemberangkatan, aku sempat melakukan negosiasi ke pemilik sebuah kapal nelayan tentang masalah harga. Harga yang ditawarkan ketika itu cukup tinggi, namun dibantu oleh seorang supir angkot akhirnya cukup masuk akal juga harganya. Namun, karena pemberangkatan masih lama. Kami menyempatkan diri untuk shalat terlebih dahulu dijamak qashar antara zuhur dg ashar. Sebuah kemudahan yang Allah berikan kepada muslim yang sedang safar. Ketika shalat di sebuah mesjid sekitar sana, para akhwat bertemu dengan seorang akhwat yang berasal dari UIN ciputat tanggerang dan kebetulan dia tinggal di Pulau Untung Jawa, tempat tujuan rihlah kami. Dan akhwat tersebut mengajak kami untuk berangkat bersamanya tanpa mengeluarkan uang sepeser pun dari kami untuk ongkosnya, subahanallah sebuah nilai ukhuwah yang tidak melihat lamanya perkenalan dan perjumpaan. Dan ternyata kapal nelayan yang sempat bernegosiasi untuk keberangkatan adalah kapal nelayan milik ayahnya. Subhanallah, Allah telah mempermudahkan perjalanan kami.

Sesampainya disana, kami bersilaturahim di rumah saudara kami tersebut, sejenak melepas penat dan menghilangkan haus dahaga. Kemudian para ikhwan pun beranjak pergi mencari lokasi untuk bakar Ikan. Beberapa lokasi kami lewati tapi kurang bagus pemandangannya untuk akhwat, karena banyak para lelaki yang memperlihatkan auratnya. Dan akhirnya kami menemukan suatu tempat yang kami rasa sangat cocok. Kemudian beberapa orang ikhwan termasuk aku kembali ke rumah saudara kami melewati jalan yang berbeda dari semula dan ternyata lebih dekat jalan pulang ke rumah tersebut dibandingkan jalan berangkat, dan ikhwan yang lain tetap di tempat kemudian mulai bermain air, seperti anak kecil saja memang. Tapi itu adalah ekspresi bahagia yang ingin mereka tunjukkan.

Tak lama para akhwat pun menyusul. Oh ya, sebelum akhwat menyusul sempat terjadi komunikasi antara ikhwan dan akhwat untuk menginap atau tidak. Dan keputusannya menginap, para ikhwan pun senang meski kak Aziz duluan pulang sore itu ke Bogor. Dengan keterbatasan anggaran yang ada kami putuskan untuk menyewa sebuah rumah penginapan.

Para akhwat pun tiba, mereka mulai menggelar terpal dan para ikhwan mulai membakar ikan. Aneh memang sepertinya terbalik pekerjaan itu. Tapi inilah yang disebut emansipasi akhwat (Karangan Sendiri). Terdapat beberapa kejadian berdarah di sana, aku terjatuh karena di dorong Nirwan dan telapak tanganku menyentuh karang mati di bawah air karena menahan badanku dari jatuh. Untungnya luka di dalam. Jadi tidak mengeluarkan darah, meski cukup sakit dan perih tapi Kak Fachran melepas slayernya dan diikat ke telapak tanganku. Katanya ini pertolongan pertama yang dia pelajari di kepanduan.

Tak terasa matahari akan kembali ke peraduannya. Dan kami berkesempatan untuk melihat “Sun set”. Subhanallah, indah nian “kata orang melayu”. Sebenarnya aku pernah membayangkan diriku sedang berada di tepi pantai beralaskan pasir putih diiringi suara deburan ombak dan ditemani angin laut yang menyegarkan sembari menyaksikan Matahari Terbenam. Karena bagiku itu hal yang sangat indah. Aku sangat menyukai laut…

Karena akan segera memasuki malam, makan-makan pun tidak jadi kami lakukan di sana. Kami kembali ke rumah penginapan yang sudah dicarikan dengan harga yang cukup mahal. Tapi tidak mengapa dengan fasilitas yang cukup mewah untuk para akhwat. Ya, para akhwat duluan dan para ikhwan menyusul..ketika para ikhwan yang terakhir kembali ke rumah dengan gelap yang menghampiri, aku dan yang lainnya disapa bulan purnama yang besar nan indah.. kembali lagi kami berucap “Subhanallah-Allahuakbar” Maha Suci dan besarnya Engkau Ya Allah dengan segala ciptaanmu. Tapi sayang handycam dan kamera tidak sempat mendokumentasikannya..

Setelah sampai di dekat penginapan, luka tanganku terasa perih mungkin karena terkena air laut kemudian disirami dengan air tawar untuk mengurangi rasa sakitnya. Dan akhwat ternyata membelikan obat merah dengan hansaplasnya. Perhatiannya, sebuah nilai ukhuwah yang luar biasa.

Meski akhirnya aku copot itu hansaplas beberapa jam kemudian, karena merepotkan saat berwudhu. Kemudian diputuskanpara ikhwan yang membersihkan diri dahulu dan para akhwat makan duluan, baru kemudian gantian dengan para akhwat. Kembali lagi shalat maghrib & isya kami jamak qashar di waktu isya. Dan para ikhwan mengerjakannya di mesjid sekalian melepas penat malam ini di sana. Dan kami sempat meminta tanggapan dari angkatan 42 tentang kepengurusan saat ini…

Setelah isya di mesjid kami bermaksud untuk jalan-jalan (para ikhwan red.) namun tidak jadi akhirnya. Sebenarnya malam tersebut, seharusnya menjadi malam muhasabah bagi diriku selama 1 tahun terakhir Allah memberiku banyak nikmat. Meski sebentar, aku menyempatkan diri untuk memuhasabah diriku sebelum subuh masuk di Mesjid tersebut. Flashback 1 tahun ke balakang, dan terbayang wajah para sahabatku di SMA dulu, catatan mimpi-mimpiku untuk diriku, orang tuaku, adik-adikku dan mereka.

Sejak jam 00.00, sms masuk dari sahabatku yang berkuliah di Yogya, kemudian esok paginya sahabat yang mempunyai ketabahan besar mengirimkan pesan ke ponselku sebuah tausiyah yang begitu indah, dan ada pula yang menelpon. Yang jelas pagi itu aku telah terbangun dengan beban yang bertambah dengan usia yang makin bertambah. Ha.. (diriku menghela nafas)… begitu cepat waktu berlalu. Tak terasa aku sudah dewasa dan semakin dewasa. Entah tinggal berapa lama lagi usiaku..

Aku pikir mereka para jundi ku yang ikut rihlah tidak ingat hari lahirku. Tapi ternyata dibalik berkumpulnya para akhwat di sebuah pendopo adalah membuatkan sebuah hadiah yang bahan bakunya dari alam Pulau Untung jawa. Hadiah itu bertuliskan “Met Milad”, sederhana namun tak ternilai harganya dan sampai hari ini masih ku pajang di kamarku di bekasi. Memang ada akhwat yang menyarankan untuk di bingkai supaya lebih menarik dan tahan lama. Hadiah ini disampaikan ketika kami berada di angkutan umum saat perjalanan pulang melalui Kak Fachran, karena para akhwat malu untuk menyampaikannya langsung. Ada sebuah pesan yang menarik dari seorang akhwat. “katanya”, Kak Arys… banyakin senyum. Ha..ha..lucu memang, mungkin raut wajahku ini lebih enak dilihat kalo sedang tersenyum.

Dan kami pun berpisah di UKI, Cawang. Aku pulang ke Bekasi diminta orangtuaku, karena biasanya kami sekeluarga akan makan-makan di sebuah restoran di Mal kemudian ke toko buku sekedar mencari buku atau hanya “looking Around” bila ada salah satu anggota keluarga yang sedang bahagia. Dan mereka kembali ke Bogor untuk melanjutkan aktivitas mereka. Ketika di perjalanan, hadiah itu ku pegang terus tidak berani dimasukkan ke dalam tas takut rusak. Hampir-hampir tanganku pegal memegangnya.

Dan perpisahan di cawang itu kami lalui dengan wajah bahagia, seakan tak terlihat kelelahan dari perjalanan panjang ini…diriku pribadi terasa amat bahagia saat itu dan semoga begitupun dengan mereka.

Allah berfirman,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran (3): 190)

“Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnya. (QS. Ibrahim (14): 33-34).

Dalam ayat lain disebutkan,

“Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (QS. Furqon (25): 62).


“….Bagiku…bagi mereka…bagi kami semua…
Rihlah Ke Pulau Untung Jawa merupakan perjalanan yang begitu indah…
Kenangan yang tidak akan terlupakan bersama Forum Rohis Diploma…
Semalam yang tak tergantikan oleh malam-malam kami yang biasa…
Akan kami kenang sampai tua, hingga jiwa dan raga tak lagi bernyawa…
Dan kami berharap suatu saat bisa kembali ke sana…”
Pulau Untung Jawa, Kepualauan Seribu
17 – 18 Agustus 2008

Kami yang mengikuti rihlah ini :
(Arys, Ramdani, Fandi, Rohman, Nirwan, K Aziz, K Fachran. K Rohmat
& Nana, Dian Fitriah, Ramna, Ani, K Renti, Teh Indah, Teh Kiki M)

Tidak ada komentar: