Senin, Agustus 31, 2009

"Kualitas Shaum di Saat Ifthor"



Menjadi hal yang nikmat mungkin saat ifthor jama'i baik di lingkungan kampus atau lingkungan masyarakat. memperhatikan saat-saat ifthor para mukmin yang menikmati hidangan berbuka di depan mata.
Coba perhatikan satu per satu wajah mereka ketika menikmati hidangan, wajah yang penuh warna, penuh rasa, asa dan harap. Diantara mereka terdapat beberapa karakter yang saya dapatkan.
Karakter pertama adalah insan dengan karakter tenang ketika berbuka. Sesuai sunnah mereka menikmati kurma terlebih dahulu, mengunyahnya perlahan-lahan pada semua sisi mulut kemudian menelannya dan membasahi tenggorokannya dnegan air yang telah disediakan entah itu teh hangat manis, es buah dan lainnya. Lalu melanjutkan menikmati hidangan berikutnya dengan tidak terburu-terburu dengan diam di tempatnya tapi tidak sampai kenyang. Karakter insan seperti ini adalah karakter insan yang menjadikan shaum sebgai sebuah kenikmatan yang sangat.
Karakter kedua adalah insan dengan karakter tenang namun matanya awas dan menuju segala sisi hidangan diletakkan seolah-olah mencari-mencari makanan favoritnya dengan terbayang dipikiran untuk menikmati yang ini dan yang itu. Selalu cepat dam mengunyah makanan karena takut kehabisan kemudian mengambil hidnagan yang lain dengan menyusun strategi yang akurat dan teliti untuk mendapatkan apa yang dimau. Insan seperti ini adalah insan yang kurang bisa menikmati shaumnya. Padahal Rasulullah SAW berbuka saja dengan hidangan yang tersedia dan tidak terburu-buru juga menikmati hidangan yang terdekat.
Karakter ketiga adalah insan dengan karakter yang semoga tidak ada sama sekali ada pada diri kita. Karakter insan ini lebih tamak dari karakter yang kedua, tidak hanya melihat segala penjuru arah hidangan tapi juga berpindah tempat menuju hidangan yang tersedia seolah-olah takut akan kehabisan hidangan itu dan akan sangat menyesal bila tidak mendapatkannya. Mulut tidak henti-hentinya mengunyah bahkan terkadang menyimpan beberapa sebagai cadangan padahal makanan yang ada di tangan masih ada dan bahkan di kedua tangannya.
"Pengembara Masa"

Sabtu, Agustus 22, 2009

Akhwat Perhatian, Ikhwan Jangan KeGeran…

Tulisan ini aku dedikasikan untuk seluruh Aktivis Dakwah Kampus terutama kritikan pada diriku sendiriku..Thank’s Allah telah mengingatkanku, syukurku mudah menagis karena Allah dan mengingat perjuangan mujahid. Aku sadari diriku ini masih jauh dari kualitas keimanan mereka, seperti Ibnul Khaatab yang lebih mencintai “Jihad” dibanding “istrinya”. Sampai aku pernah berkata “Tidak usahlah berharap bermimpi bertemu para Tabi’in, Sahabat bahkan Rasulullah..Bertemu dalam mimpi saja dengan Mujahid Abad Ini. Air mataku pun pasti akan luluh”.

Fenomena akhir-akhir ini di kalangan Aktivis Dakwah Kampus terlalu cairnya interaksi antara ikhwan dan akhwat. Mungkin hampir di setiap kampus. Termasuk saya gak ya? Saking cairnya kadang kalo ada akhwat yang sering ngirim sms tausiyah, Si Ikhwan suka KeGeeRan dan ngerasa perhatian banget tuch akhwat..padahal mah tuch akhwat Cuma mau ngabisin bonus pulsa doank.

Nah, terkadang saking seringnya interaksi antara seorang ikhwan dengan seorang akhwat yang sering partner bareng, biasanya mereka smsnya berawal dari kordinasi jadi curhatan hati. Beuh, jadi curhat nich. Katanya sih itu atas nama Ukhuwah, tapi bagaimana batasan ukhuwah antara ikhwan dan akhwat. Wah itu mah perlu ditanya ke Dewan Syariah untuk lebih lanjut. Saya bukan ahlinya.

Terkadang sebagai insan biasa ikhwan merasa sesuatu yang berbeda bila ada seorang akhwat yang “Perhatian” ke dia. Punya perasaan beda githu. “Bertanya-tanya sama diri sendiri, kok akhwat itu perhatian banget ya sama ane?” atau sebaliknya lho??? Fenomena ini sering sekali terjadi di kalangan Aktivis Dakwah makanya banyak sekali artikel-artikel di dunia maya yang berhubungan dengan hal-hal kayak gini. Seperti sebuah artikel yang tentang ikhwan yang lebih telenovela. Alkisah ada seorang ikhwan yang cukup dekat dengan seorang akhwat dan memiliki keinginan untuk melamar akhwat yang dekat dengan dia. Namun, ternyata si akhwat tersebut menerima lamaran dari ikhwan lain jadilah si ikhwan tersebut sangat telenovela sekali seperti film-film telenovela yang di televisi. Sakit hati banget kayaknya si ikhwan itu. Kasian banget ya tuch ikhwan, cintanya pupus dan bertepuk sebelah tangan.

Berhubung sama cerita di atas ada sebuah artikel yang menarik juga judulnya “Sudah Siapkah Jatuh Cinta” titik penting dari artikel ini bahwa jika belum siap jatuh cinta, ya jangan jatuh cinta dulu. Emang kalo sudah berhubungan dengan yang namanya hati itu susah-susah gampang bangunnya daripada jatuhnya. Oleh karena itu, forum-forum curhat di halaqah tempat yang pas buat netralisir. Hhmm, ternyata nich perhatian-perhatian seorang akhwat ke seorang ikhwan bisa di salah tafsirkan loh sama salah satu pihak apalagi kalo akhwat tersebut yang ikhwan kagumin makin bergejolak hati si ikhwan tuch atau sebaliknya, loh???.

Fenomena yang berlebihan kadang seorang ikhwan sering bertemu dengan seorang akhwat atas nama silatuhrami katanya, tapi sebenarnya akan jadi fitnah kalo si ikhwan itu pergi sendiri. Bukankah lebih baik berdua supaya gak jadi fitnah? Dah githu ketawa bareng dengan ngakaknya. Jadi bingung gak sih, bedanya aktivis dakwah sama orang ammah. Padahal ngaji tapi kok gthu ya…makanya Syaikhu Tarbiyah pernah bilang…”Oh ini yang bikin dakwah gak berkah”. Sebenarnya kita harus ngoreksi diri lagi kayaknya, dah ikhlas belum ya aktivitas kita selama ini, jangan-jangan setiap langkah dan niat kita untuk dakwah karena “dia” bukan “Dia”.

Oleh karena itu karena begitu sensitifnya dengan sebuah perhatian, maka kepada ikhwan dan akhwat jangan mudah ngasih perhatian dan mudah keGeerRan. Kan bisa berabe kalo kejadian, emang bener saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran itu boleh, tapi pertanyaannya kenapa harus lebih sering ke ikhwan dari pada ke sesama akhwat. Sekedar info ni, salah satu “Virus Ukhuwah” itu lebih senengnya seorang ikhwan saling nasehat-menasehati ke akhwat dan sebaliknya, bukan ke sesama jenis..

Ketika Jundi Mulai Berubah (Sebuah Dialog dengan Diriku)…

Ternyata tidak mudah membangun sebuah jaringan ukhuwah dalam sebuah lembaga yang sebenarnya kecil. Ketika harus mulai beradaptasi dengan mereka semua, mulai mengenali karakteristik masing-masing pribadi mereka, mencoba membangun ikatan kedekatan hati, bahkan harus saling berbagi masalah yang sedang dihadapi. Dan semua itu hanya dengan sebuah modal yang abstrak yaitu kepercayaan.
Tetapi mengapa ya semua hal itu tidak kita jamin keberlangsungannya, saya pikir ketika di awal sudah baik maka saya tidak usah mencapekkan diri dan merepotkan diri untuk terus melakukan semua hal itu.

Dan ternyata manusia itu makhluk yang sangat cepat berubah pandangannya. Ketika di awal dia sangat bersemangat untuk kemajuan organisasi kecil ini, tapi kenapa semangat itu mulai kendor dan parahnya lagi pola pikir mulai berubah jauh dari tempat start semula. Jika anda seorang pemimpin dari sebuah lembaga yang mencoba menjadi pemimpin yang baik dan menjadi teladan dihadapan anak buah anda, apa yang anda akan lakukan jika salah satu anak buah anda bahkan orang yang sangat anda percayai dan anda impi-impikan untuk menjadi pengganti anda berbelok tajam dari jalur yang sudah dbuat rapih-serapih mungkin.

Mungkin diantara nada akan mudah mejawab, cari saja pengganti dia, coba nasihati dia, atau bahkan bila anda adalah pemimpin yang diktator anda akan mengatakan tekan dan ancam saja dia. Sayang sekali semudah pandangan yang anda sampaikan, telah saya lakukan kecuali saran yang terakhir dan gagal yang saya dapatkan.
Lalu sekarang kalian terdiam memikirkan jawaban atau saran yang lebih baik. Jujur saja saya bingung apa yang harus saya lakukan, toh saya tidak mau memaksa seseorang untuk mengikuti kemauan saya. Karena setiap manusia yang dilahirkan punya hak asasi yang sangat dijunjung tinggi oleh negara maju.

Sepertinya kalian sudah mulai punya saran untuk saya, coba anda tukar posisi dia dengan anak buah anda yang lainnya mungkin saja dia sedang mengalami kebosanan, jangan terlalu banyak memberi tuntutan dan tugas kepada dia, atau langsung saja menanyakan kepada dia apa yang dia inginkan sebenarnya.
Terima kasih atas semua saran yang diberikan oleh kalian, maaf saya tidak bisa berlama-lama karena saya juga mulai bingung untuk berdiskusi dengan kalian. Karena kalain adalah saya.

Dialog dengan Panglima Tubuh

Kenapa dengan dirimu akhir-akhir ini…???
Rasanya kau begitu sulit untuk ku ajak kompromi, sungguh dirimu adalah panglima tubuhku..
Apakah kau ingin mengalami kesakitan yang kesekian kalinya..???

Duhai hati…
Janganlah kau terperdaya terus menerus pada pandangan mata…
Sungguh pandangan mata bisa menipu…
Janganlah kau mudah lemah dan tergantung pada perhatian seorang hamba…
Karena perhatian Allah yang paling kekal abadi…

Wahai panglima tubuhku…
janganlah terlalu lama kau menikmati sayatan-sayatan itu…
Aku takut dirimu terluka parah nantinya…

Ayolah panglima…
Jangan terus termangu dan terdiam di sudut itu…
Medan peperangan sedang menunggumu…
Lupakanlah hal itu untuk sementara waktu…

Karena Allah tahu yang terbaik untukmu..
Yakinlah itu…???

“Semalam di Untung Jawa”…



Sebuah perjalanan Rihlah dengan konsep sederhana, dengan niat tulus untuk menghiburberjuang mengahadapi Sapa Sahabat..

Perjalanan ini bermula, ketika kuusulkan ide Rihlah ke pada tim syuro saat syuro terakhir sebelum menghadapi libur dan agenda besar “Dakwah Kampus”. Ketika itu kami semua bersepakat untuk rihlah. Kemudian ide-ide pun bermunculan mau pergi kemana, ada yang mengusulkan ke puncak dan ada pula yang mengusulkan ke pantai dan beberapa lokasi lainnya. Dan akhirnya diputuskan untuk Rihlah Ke Pulau Untung Jawa, Kepulauan Seribu yang merupakan ide Dian Fitriah.

Saat ingin melakukan perjalanan ini, kami tidak melakukan survei terlebih dahulu. Hanya bertanya kepada teman SMA-ku di Jakarta Utara dan temannya Dian Fitriah. Untuk pemimpin Rihlah ini adalah diriku sendiri, Arys “GM FR Angkatan ke -2” dan Dian Fitriah yang bertanggung jawab atas para akhwat. Loh kok bisa begitu, jawabannya mudah. Karena aku pernah bersekolah di Jakarta Utara dan cukup mengenal Jakarta utara sedangkan Dian Fitriah dipilih, karena dia tahu tentang tempat rihlah yang akan dituju.

Konsep awal rihlah ini awalnya hanya ingin makan-makan di tempat tersebut dan kemudian sorenya pulang. Namun, waktu berkata beda. Allah memberikan kesempatan kita untuk menginap semalam di sana, di Pulau Untung Jawa. Dan kami pun sempat menikmati matahari terbenam di sana, fenomena alam yang paling aku suka. Sebenarnya para ikhwan ingin melihat matahari terbit hanya sayang disayang setelah sholat subuh di mesjid sana, kita tertidur kembali dan matahri pun terbit tanpa membangunkan kita untuk berkata “Aku akan terbit pagi ini”. tapi, paling tidak kami bisa menikmati udara pagi di sebuah pulau. Suasana yang begitu lama aku rindukan ketika di Dumai dan Pulau Batam, Kepulauan Riau. “Masa Kecil ku dulu”, meski aku tidak begitu banyak mengingatnya. Entah kenapa beranjak dewasa, kenangan masa kecil ada yang terlupakan.

Ketika pemberangkatan, aku sempat melakukan negosiasi ke pemilik sebuah kapal nelayan tentang masalah harga. Harga yang ditawarkan ketika itu cukup tinggi, namun dibantu oleh seorang supir angkot akhirnya cukup masuk akal juga harganya. Namun, karena pemberangkatan masih lama. Kami menyempatkan diri untuk shalat terlebih dahulu dijamak qashar antara zuhur dg ashar. Sebuah kemudahan yang Allah berikan kepada muslim yang sedang safar. Ketika shalat di sebuah mesjid sekitar sana, para akhwat bertemu dengan seorang akhwat yang berasal dari UIN ciputat tanggerang dan kebetulan dia tinggal di Pulau Untung Jawa, tempat tujuan rihlah kami. Dan akhwat tersebut mengajak kami untuk berangkat bersamanya tanpa mengeluarkan uang sepeser pun dari kami untuk ongkosnya, subahanallah sebuah nilai ukhuwah yang tidak melihat lamanya perkenalan dan perjumpaan. Dan ternyata kapal nelayan yang sempat bernegosiasi untuk keberangkatan adalah kapal nelayan milik ayahnya. Subhanallah, Allah telah mempermudahkan perjalanan kami.

Sesampainya disana, kami bersilaturahim di rumah saudara kami tersebut, sejenak melepas penat dan menghilangkan haus dahaga. Kemudian para ikhwan pun beranjak pergi mencari lokasi untuk bakar Ikan. Beberapa lokasi kami lewati tapi kurang bagus pemandangannya untuk akhwat, karena banyak para lelaki yang memperlihatkan auratnya. Dan akhirnya kami menemukan suatu tempat yang kami rasa sangat cocok. Kemudian beberapa orang ikhwan termasuk aku kembali ke rumah saudara kami melewati jalan yang berbeda dari semula dan ternyata lebih dekat jalan pulang ke rumah tersebut dibandingkan jalan berangkat, dan ikhwan yang lain tetap di tempat kemudian mulai bermain air, seperti anak kecil saja memang. Tapi itu adalah ekspresi bahagia yang ingin mereka tunjukkan.

Tak lama para akhwat pun menyusul. Oh ya, sebelum akhwat menyusul sempat terjadi komunikasi antara ikhwan dan akhwat untuk menginap atau tidak. Dan keputusannya menginap, para ikhwan pun senang meski kak Aziz duluan pulang sore itu ke Bogor. Dengan keterbatasan anggaran yang ada kami putuskan untuk menyewa sebuah rumah penginapan.

Para akhwat pun tiba, mereka mulai menggelar terpal dan para ikhwan mulai membakar ikan. Aneh memang sepertinya terbalik pekerjaan itu. Tapi inilah yang disebut emansipasi akhwat (Karangan Sendiri). Terdapat beberapa kejadian berdarah di sana, aku terjatuh karena di dorong Nirwan dan telapak tanganku menyentuh karang mati di bawah air karena menahan badanku dari jatuh. Untungnya luka di dalam. Jadi tidak mengeluarkan darah, meski cukup sakit dan perih tapi Kak Fachran melepas slayernya dan diikat ke telapak tanganku. Katanya ini pertolongan pertama yang dia pelajari di kepanduan.

Tak terasa matahari akan kembali ke peraduannya. Dan kami berkesempatan untuk melihat “Sun set”. Subhanallah, indah nian “kata orang melayu”. Sebenarnya aku pernah membayangkan diriku sedang berada di tepi pantai beralaskan pasir putih diiringi suara deburan ombak dan ditemani angin laut yang menyegarkan sembari menyaksikan Matahari Terbenam. Karena bagiku itu hal yang sangat indah. Aku sangat menyukai laut…

Karena akan segera memasuki malam, makan-makan pun tidak jadi kami lakukan di sana. Kami kembali ke rumah penginapan yang sudah dicarikan dengan harga yang cukup mahal. Tapi tidak mengapa dengan fasilitas yang cukup mewah untuk para akhwat. Ya, para akhwat duluan dan para ikhwan menyusul..ketika para ikhwan yang terakhir kembali ke rumah dengan gelap yang menghampiri, aku dan yang lainnya disapa bulan purnama yang besar nan indah.. kembali lagi kami berucap “Subhanallah-Allahuakbar” Maha Suci dan besarnya Engkau Ya Allah dengan segala ciptaanmu. Tapi sayang handycam dan kamera tidak sempat mendokumentasikannya..

Setelah sampai di dekat penginapan, luka tanganku terasa perih mungkin karena terkena air laut kemudian disirami dengan air tawar untuk mengurangi rasa sakitnya. Dan akhwat ternyata membelikan obat merah dengan hansaplasnya. Perhatiannya, sebuah nilai ukhuwah yang luar biasa.

Meski akhirnya aku copot itu hansaplas beberapa jam kemudian, karena merepotkan saat berwudhu. Kemudian diputuskanpara ikhwan yang membersihkan diri dahulu dan para akhwat makan duluan, baru kemudian gantian dengan para akhwat. Kembali lagi shalat maghrib & isya kami jamak qashar di waktu isya. Dan para ikhwan mengerjakannya di mesjid sekalian melepas penat malam ini di sana. Dan kami sempat meminta tanggapan dari angkatan 42 tentang kepengurusan saat ini…

Setelah isya di mesjid kami bermaksud untuk jalan-jalan (para ikhwan red.) namun tidak jadi akhirnya. Sebenarnya malam tersebut, seharusnya menjadi malam muhasabah bagi diriku selama 1 tahun terakhir Allah memberiku banyak nikmat. Meski sebentar, aku menyempatkan diri untuk memuhasabah diriku sebelum subuh masuk di Mesjid tersebut. Flashback 1 tahun ke balakang, dan terbayang wajah para sahabatku di SMA dulu, catatan mimpi-mimpiku untuk diriku, orang tuaku, adik-adikku dan mereka.

Sejak jam 00.00, sms masuk dari sahabatku yang berkuliah di Yogya, kemudian esok paginya sahabat yang mempunyai ketabahan besar mengirimkan pesan ke ponselku sebuah tausiyah yang begitu indah, dan ada pula yang menelpon. Yang jelas pagi itu aku telah terbangun dengan beban yang bertambah dengan usia yang makin bertambah. Ha.. (diriku menghela nafas)… begitu cepat waktu berlalu. Tak terasa aku sudah dewasa dan semakin dewasa. Entah tinggal berapa lama lagi usiaku..

Aku pikir mereka para jundi ku yang ikut rihlah tidak ingat hari lahirku. Tapi ternyata dibalik berkumpulnya para akhwat di sebuah pendopo adalah membuatkan sebuah hadiah yang bahan bakunya dari alam Pulau Untung jawa. Hadiah itu bertuliskan “Met Milad”, sederhana namun tak ternilai harganya dan sampai hari ini masih ku pajang di kamarku di bekasi. Memang ada akhwat yang menyarankan untuk di bingkai supaya lebih menarik dan tahan lama. Hadiah ini disampaikan ketika kami berada di angkutan umum saat perjalanan pulang melalui Kak Fachran, karena para akhwat malu untuk menyampaikannya langsung. Ada sebuah pesan yang menarik dari seorang akhwat. “katanya”, Kak Arys… banyakin senyum. Ha..ha..lucu memang, mungkin raut wajahku ini lebih enak dilihat kalo sedang tersenyum.

Dan kami pun berpisah di UKI, Cawang. Aku pulang ke Bekasi diminta orangtuaku, karena biasanya kami sekeluarga akan makan-makan di sebuah restoran di Mal kemudian ke toko buku sekedar mencari buku atau hanya “looking Around” bila ada salah satu anggota keluarga yang sedang bahagia. Dan mereka kembali ke Bogor untuk melanjutkan aktivitas mereka. Ketika di perjalanan, hadiah itu ku pegang terus tidak berani dimasukkan ke dalam tas takut rusak. Hampir-hampir tanganku pegal memegangnya.

Dan perpisahan di cawang itu kami lalui dengan wajah bahagia, seakan tak terlihat kelelahan dari perjalanan panjang ini…diriku pribadi terasa amat bahagia saat itu dan semoga begitupun dengan mereka.

Allah berfirman,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran (3): 190)

“Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghitungnya. (QS. Ibrahim (14): 33-34).

Dalam ayat lain disebutkan,

“Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (QS. Furqon (25): 62).


“….Bagiku…bagi mereka…bagi kami semua…
Rihlah Ke Pulau Untung Jawa merupakan perjalanan yang begitu indah…
Kenangan yang tidak akan terlupakan bersama Forum Rohis Diploma…
Semalam yang tak tergantikan oleh malam-malam kami yang biasa…
Akan kami kenang sampai tua, hingga jiwa dan raga tak lagi bernyawa…
Dan kami berharap suatu saat bisa kembali ke sana…”
Pulau Untung Jawa, Kepualauan Seribu
17 – 18 Agustus 2008

Kami yang mengikuti rihlah ini :
(Arys, Ramdani, Fandi, Rohman, Nirwan, K Aziz, K Fachran. K Rohmat
& Nana, Dian Fitriah, Ramna, Ani, K Renti, Teh Indah, Teh Kiki M)

Ikhwan Sejati

“Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari badannya yang kekar,
tetapi dari kasih sayangnya pada orang lain di sekitarnya.

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya,
tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa.

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia dihormati di tempat kerja,
tetapi bagaimana dia dihormati di dalam rumah.

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan,
tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan.

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang,
tetapi dari hati yang berada di baliknya itu.

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya akhwat yang memuja,
tetapi dilihat dari komitmennya terhadap akhwat yang dicintainya.

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dibebankan,
tetapi dari tabahnya ia menjalani liku-liku kehidupan.

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya ia membaca Al Qur’aan
tetapi dari istiqomahnya dalam melaksanakan apa yang ia baca.
–dari terjemahan bebas: Deshinta Arrova Dewi, MaPi no I th. III Jan 2000–
http://bonekacantik.multiply.com/journal/item/37

Akhwat Sejati

Akhwat Sejati…
Bukan dilihat dari kecantikan parasnya…
Tetapi dari kecantikan hati yang ada dibaliknya…

Akhwat Sejati…
Bukan dilihat dari bentuk tubuh yang mempesona…
Tetapi dari sejauh mana dia berhasil menutup tubuhnya…

Akhwat Sejati…
Bukan dilihat dari begitu banyaknya dia melakukan kebaikan…
Tetapi dari keikhlasannya memberikan kebaikan itu…

Akhwat Sejati…
Bukan dilihat dari seberapa indah lantunan suaranya…
Tetapi dari apa yang sering mulutnya bicarakan…

Akhwat Sejati…
Bukan dilihat dari keahliannya berbicara…
Tetapi dari bagaimana caranya berbicara….

Akhwat Sejati…
Bukan dilihat dari keberaniannya berpakaian…
Tetapi dari sejauh mana dia mempertahankan kehormatannya…

Akhwat Sejati…
Bukan dilihat dari kekhawatirannya digoda orang dijalan…
Tetapi dari kekhawatiran dirinya yang membuat orang tergoda…

Akhwat Sejati…
Bukan dilihat dari seberapa banyak dan besar ujian yang dijalani…
Tetapi dari sejauh mana dia menghadapi ujian dengan kesabaran…

Akhwat Sejati…
Bukan dilihat dari sifat supelnya bergaul…
Tetapi dari sejauh mana dia menjaga kehormatannya dalam bergaul…

Taman berteduhkan pepohonan…

Ketika terik matahari menyengat, pepohonan dengan tamannya
menjadi tempat yang sejuk untuk berteduh.
Namun, sangat disayangkan jika angin topan datang…..

Dedaunan berguguran dan mengotori taman…
Itulah hatiku, ketika imanku pada Allah meningkat
Maka ia laksana pohon yang meyejukkan seluruh anggota tubuh
Mulai dari mata, telinga, hidung, mulut, tangan, kaki dan pikiranku…

Tapi sayang sekali ketika imanku pada Allah menurun
Dosa-dosaku bagaikan dedaunan yang mengotori hati dan seluruh anggota tubuh…
Meski berharap dedaunan yang berguguran
Adalah dosa-dosaku yang berguguran…
Benarlah bahwa hati adalah panglima tubuhku
Dan segumpal darah itu adalah hati…
"Dipindah dari Blog lama"

PLAN YOUR LIFE

Rancanglah hidupmu mulai dari 1 detik ke depan, 1 menit ke depan, 1 jam ke depan, 1 hari ke depan, 1 minggu ke depan, 1 bulan ke depan bahkan 1 tahun ke depan dan seterusnya..mungkin ini adalah kalimat yang biasa tetapi bagi saya ini adalah sebuah kalimat yang mempunyai nilai motivasi yang coba dituliskan stelah membaca dan mencari inspirasi.
Sering kali kita sebagai hamba Allah hanya menjalani hidup seperti air mengalir, ya jadinya kita juga masih belum tahu..nanti kalau kembali kepada Allah Azza wa jalla mau kaya mana ya? Udah cukup belum ya amalan saya??..seperti teman saya ketika ditanya sebuah pertanyaan sederhana seperti ini “setelah selesai kuliah loe mau kemana? Mmhh,,kemana ya..gak tahulah lihat aja ntar..” atau bahkan ada yang ditanya “hari minggu besok loe mau kemana????di kosan aja..kalo gak tidur ya nonton TV” masih bagus sih…direncanaanin tapi kan gak keren banget..saya jadi teringat…sebuah buku yang saya baca gratisan di salah satu toko buku ternama di Bogor, buku ini ditulis oleh alumni IPB sekaligus seorang motivator.judulnya lupa tapi yang jelas motivasi githu..ada sebuah bab yang ketika sang penulis masih kecil..ayahnya bercerita kepadanya..ndok (begitulah kira-kira pangglian ke yang lebih muda dalam bahasa jawa)..”kamu tahu bedanya kerang di pasar dan kerang mutiara??? tidak “sang anak berkata”…kamu mau tahu???..ya mau..
’sang ayahpun bercerita”: suatu hari ada anak kerang yang menangis kesakitan..sangat-sangat sakit sampai-sampai tidak mau makan…lalu si anak kerang mengadu kepada ibunya…ibu…ibu…sakit sekali..sakit sekali..sabar yach nak “ucap sang ibu” pasir yang masuk ke dalam tubuh ini nanti juga akan hilang…jadi kamu sbar aja yach. Ternyata yang membuat sakit sang anak kerang itu adalah pasir-pasir yang masuk ke dalam tubuhnya..namun setelah bergnati hari, minggu, bulan muncullah mutiara di dalam tubuh anak kerang tersebut..lalu kemudian kerang tersebut akan diambil oleh petani untuk diambil mutiaranya dan dijual dengan harga yang mahal, sangat berbeda dengan kerang yang tidak menghasilkan mutiara hanya akan dijual di pasaran dengan harga yang murah..”lalu sang bapak pun mengelus ubun-ubun sang anak dan berkata”: meskipun kita adalah orang miskin yang tinggal di tengah hutan, tapi jangan biarkan mimpi-mimpi kita untuk menjadi orang besar dihalangi oleh keadaan kita sekarang..jangan pernah mundur untuk menggapai cita-citamu” lalu sang anakpun mengangguk dan tersenyum..
Semenjak hari itu dia tidak pernah menyerah dan tidak mudah dipatahkan mimpi-mimpinya uintuk mencapai cita-citanya menjadi seorang unsinyur pertanian..
Lain halnya dengan sebuah judul lagi yang saya baca dari buku tersebut, kalau tidak salah bab tersebut berjudul..mmmhhhh..yang jelas isinya ini mengenai seorang yang bila punya keinginan kuat akan mendapatkan apa yang dia mau.
Begini isi bukunya: sang penulis buku tersebut menuliskan pada tahun 90an, dia melihat televisi yang sedang memutarkan keindahan negara hongkong..secara sengaja dia ucapkan dengan mulutnya dan ditanamkan di hatinya bahwa suatu saat dia akan pergi ke negara tersebut dan hasil setelah tahun berganti tahun diapun diundang untuk mengisi pelatihan di negara tersebut. Subhanallah…impiannya terkabul.
Seorang kakak kelas saya pernah berkata, kita itu harusnya membuat planning hidup mulai dari hari ini, besok, lusa, minggu depan, bulan depan dan seterusnya supaya kita punya targetan-targetan dalam hidup. Misal: kapan kita akan lulus, kapan kita bekerja dan berapa lama waktu yang kita perlukan untuk menjadi sukses, sampai-sampai kapan juga kita mau mencari pujaan hati. Jadi sudahkah kita membuat rencana-rencana hidup kita hingga akhir aya hidup kita, jika belum maka cobalah mulai dari sekarang ya.
"Dipindah dari blog lama"

“Catatan Kecil Seputar Dakwah Kampus”

Keutamaan Kualitas dibandingkan kuantitas
Seharusnya kita belajar dari perang badar dan perang uhud yang telah mengajarakan tentang kaderisasi itu sendiri. Lihat saja pada perang badar yang ketika itu pasukan muslim kurang lebih 300 orang bisa memenangkan perang melawan kafir yang jumlahnya 3000 lebih. Dan lihatlah pada perang uhud dimana tentara muslim yang ketika itu telah memiliki pasukan yang cukup banyak, tapi akhirnya kalah melawan kafir. Kalau kita tarik kesimpulan ini membuktikan bahwa yang hal yang paling utama dalam kaderisasi adalah kualitas kader bukan kuantitas kader. Lihat saja berapa banyakpun jumlah kader pada suatu fase dakwah, apalagi di dakwah kampus. Toh, pasti akan terjadi seleksi alam dan terbagilah menjadi kader hamasah dan kader futur.
Kalau sudah membicakan tentang kederisasi. Kita perlu lagi mengingat tentang arkanul bai’atnya Imam Hasan Al Banna. Bahwa urutan paling pertama yang perlu dipelajari oleh seorang kader dakwah adalah pemahaman dan yang terakhir adalah percaya.
Pernah kami mengalami kebingungan ketika harus berpikir bagaimana mengganti kader-kader dakwah yang mengundurkan diri dengan berbagai alasan; futurlah, lelah karena banyak amanahlah. Beberapa dari mereka introvert/tertutup, sehingga ketika kelelahan tidak pernah komplain bahkan hijrah ke harokah lain. Sebenarnya masalah ini membuat seorang Qiyadah cukup pusing, karena harus mengganti posisi yang kosong dengan keterbatasan kader yang kapabel dan kompeten. Bahkan ketika kami bingung mendistribusikan kader lembaga da’wah kami ke lini lain, awalnya begitu mudah melakukannya dengan beberapa pertimbangan dan sebab; yang pertama, hasil akselerasi pemahaman yang telah kami lakukan cukup berhasil pada peningkatan pemahamannya. Yang kedua, kami memberikan hak kepada mereka untuk memilih medan dakwahnya. Tapi, setelah kami pikirkan secara sekasama ternyata terasa berat untuk melepaskannya. Karena hanya dialah yang punya potensi untuk lembaga dakwah ini.

Ukhuwahnya begitu terasa
Ada beberapa pihak yang secara tidak langsung mengatakan bahwa lembaga da’wah ini kecil, mungkin benar –mungkin salah prasangka dari mereka. Karena bila dilihat dari dalam lembaga da’wah ini begitu besar dengan ukhuwahnya. Kami hanya 9 orang ikhwan dan akhwat yang belum pernah kenal sama sekali dan ketika bersama-sama dalam sebuah lembaga da’wah ini kami mulai butuh rasa untuk saling ta’aruf, tafahum, ta’awun dan takaful.
Ukhuwah merupakan basic thing yang pertama kali kami lakukan dalam menjalankan amanah kami sebagai puncak pimpinan. Ketika awal menjabat sebagai seorang GM kami mendapat tekanan yang sangat besar sekali. Tapi Maha Besarnya Allah, kami mempunyai saudara-saudara perjuangan untuk saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran seperti yang diunggkapan Allah dalam surat Al Ashr (Demi Masa). Sebuah nasehat yang kami dapatkan adalah untuk membangun ukhuwah pertama kali dan rasa memiliki, hal ini yang telah kami lakukan,
Tidak henti-hentinya kami saling mentausiyahi minimal seminggu sekali, bahkan bila salah satu diantara kami sedang futur maka kami tidak ragu-ragu untuk minta tausiyah dari saudara perjuangan. Ketika pertama kali memimpin wajihah da’wah ammah ini, kami saling menceritakan mimpi-mimpi kami satu sama lainnya, saling terbuka dalam memberi masukan berupa kritik dan saran yang bisa membangun dan memperbaiki kepribadian, saling memanggil yang menyenangkan saudara seperjuangan dengan panggilan yang disenangi, saling memberi senyum dan menyapa bila bertemu di jalan, dan kami sangat merindukan syuro-syuro kami bila liburan mulai tiba. Rasanya syuro ini bukanlah menjadi sebuah kewajiban tapi sudah menjadi sebuah kebutuhan ruhiyah kami.
Pernah terjadi diantara kami keadaan yang memaksa emosi salah satu dari kami naik sehingga saudara yang lain pun bersedih dan meneteskan air matanya di belakang kami. Tapi ternyata, hal itu merupakan sebuah motivasi untuk berbuat yang lebih baik bagi da’wah dan saudara kami. Sehingga meskipun di syuro-syuro terjadi debat yang sengit, maka di luar syuro kami akan saling memberikan senyum dan melupakan emosi-emosi yang memuncak di dalam syuro.
Sebuah gebrakan yang dilakukan oleh seorang GM yaitu dengan membuat “Surat Cinta GM FR”, surat khusus yang diberikan kepada setiap tim syuro dimana isinya kadang mengkritik sifat-sifat buruk kami, permintaan kritik dan saran bagi Sang Qiyadah, bahkan sebuah ilmu dan pemahaman lewat tausiyah tertulis yang tidak kami dapatkam di setiap pertemuan rutinan kami masing-masing. Lewat lembaga da’wah ini kami menyadari bahwa cara bersikap kepada seorang ikhwan dan bersikap kepada akhwat sangatlah berbeda, seorang ikhwan akan lebih mudah bila diberi instruksi yang tegas dan nasihat yang tegas meski menyakitkan sedangkan seorang akhwat mempunyai sudut pandang sendiri; mereka tidak bisa diberi nasehat yang tegas tapi harus dengan sebuah pengertian dan kelemahlembutan. Ya, namanya juga akhwat selalu menggunakan perasaan.
Kami menyadari dan beranggapan bahwa “Terminal Itu Bernama Canda” untuk setiap kelelahan kami mengorganisir kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, kuliah-kuliah yang melelahkan bahkan hari-hari yang menyibukkan sehingga begitu cepatnya hari berlalu. Lewat terminal ini, hari-hari kami menjadi lebih ceria setelah betemu lewat syuro-syuro kami.
Mungkin kami akan merindukan waktu-waktu bersama yang telah dilewati di lembaga da’wah ini khususnya syuro-syuro kami. Ah, semoga kami akan menjaga persaudaraan kami meskipun nantinya akan sulit mempunyai kesempatan bertatap muka..
“itulah ukhuwah yang terindah ketika bertemu, rasanya begitu indah. Ketika bersama rasanya tidak mau berpisah. Dan ketika harus berpisah rasanya ingin terus bertemu dan bersama..Allah tetap ikatkan hati-hati kami, meski kami telah pergi dari tempat perjumpaan kami pertama kali”

Pemimpin dan yang dipimpin
Seorang pemimpin akan selalu menjadi sorotan yang dipimpinnya, mulai dari dia bersikap, senyum, cemberut, kewibaannya, sikap bahkan kehadiran-kehadirannya di syuro-syuro jundinya. Ada sebuah hadits yang cukup menggetarkan hati seorang calon pemimpin dan pemimpin nantinya :
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (Mutafaqun’Aalaih dari Ibnu Umar).
Juga terdapat sebuah hadits,
“Apabila sebuah urusan diserahkan bukan pada ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR Bukhari)
Seorang pemimpin bukanlah orang yang yang dipilih sembarangan begitu saja, mentang-mentang semangatnya tinggi langsung diangkat jadi pemimpin. Eh, ternyata pemahaman minim banget, baru ngaji di kampus. Mau jadi apa nantinya lembaga da’wah itu. Seperti yang kami jelaskan di Bab I sangat penting pemahaman itu. Seharusnya seorang pemimpin itu, orang yang lebih paham tentang da’wah khususnya da’wah kampus. Karena nantinya dia akan menjadi tempat bertanya bagi yang dipimpinnya, nah kalau jawabannya Cuma logika doank yang ‘akal-akalan’. Mau seperti apa pemahaman yang dipimpinnya nati.
Sangatlah benar bahwa pemimpin itu adalah orang yang paling pertama melakukan; mulai dari bermimpi untuk lembaga yang dipimpinnya, ketika menginstruksikan tugas membaca misalnya sebagai sebuah tambahan tsaqofah islamiyah maka seorang pemimpin yang harus pertama kali membacanya, dan hal-hal lainnya.
Ternyata tugas seorang pemimpin itu sangat berat. Tidak seringan yang dipikirkan beberapa orang. Terasa betul ketika baru memulai amanah ini, banyak hal yang harus dipikirkan mulai dari mimpi-mimpi untuk Forum Rohis ke depan dan yang tersulit bagaimana menyampaikan mimpi-mimpi ini ke yang dipimpin sehingga punya satu visi, misi, tujuan dan persepsi. Alhamdulillah, ketika baru memulai ditemani oleh seorang ukhti yang selalu mengingatkan (suqran katsir ukht). Kalau gak mungkin langsung ngedown. Ya ini semua karena Allah segala pertemuan dan perpisahan. Sungguh benar artikel yang yang berjudul “Ikhwan Partner Sejati Akhwat”. Mungkin ukhti itu yang cukup tahu bagaimana kondisinya ketika pertama kali menjalankan amanah ini.

Harapan dan cita-cita
Sebagai seorang pemimpi, tentu saja banyak sekali harapan dan cita-cita untuk FR ini ke depan. Ya, hal real yang telah dikepengurusan ini adalah pola kaderisasi “Top Management” dengan sistem “Penjenjangan Karir”. Meski awalnya tidak mudah karena dibutuhkan akselerasi yang cepat dan memaksa. Dengan kata lain, tingkat risiko tinggi. Jika berhasil maka akan sukses besar, namun jika gagal maka akan berantakan semuanya. Bahkan FR ini tidak akan berjalan.
Dan yang terbaik dari HRD Forum Rohis sebelumnya adalah telah membuat pola kaderisasi di FR, yang menurut kami sangat bagus apabila berjalan dengan optimal. Kemudian untuk syiar yang masih gagal untuk diterapkan dengan sistem penjenjangan karir telah menorehkan prestasi yang cukup gemilang, yaitu dengan “Lechi Freshnya” yang cukup diterima baik oleh mahasiswa diploma, bahkan kekurangan. Meski saya bermimpi Syiar bisa membangun Taspennya, semoga kepengurusan mendatang bisa terwujud.
Kemudian, kalau boleh jujur saya bangga sekali dengan PeWe FR yang dipimpin Ukh Husna, jazakillah Ukht. Af1 ya pernah berkata kasar. Dengan UCHIWAnya, cukup banyak mahasiwi diploma yang tertarik. Mengapa saya bilang berhasil, karena dengan jumlah pengurus 7 saja mereka bisa mengajak 2 sampai 3 kali lipatnya dan continue.
Nah, Beka FR adalah departemen yang baru di FR pada kepengurusan kami, tugasnya kurang lebih sebagai Fund Rising FR, dan posisi Top Managementpun diisi oleh pakar-pakar kedanusan diploma. Tapi memang mereka sendiri mengakui masih banyak kekurangan. Tapi dengan kepemimpinan mereka membuat kepengurusan departemen ekonomi yang menajdi follow up BeKa FR, punya mimpi-mimpi yang real.
Kesimpulan dari kepengurusan tahun kemarin secara garis besar adalah minimnya publikasi dan Fr yang masih terkesan ekslusif,. Namun, untuk antisipasi hal itu kami telah berencana untuk membuat tim PR, yang akan menjadi perpanjangan tangan departemen-departemen FR dan mimpi kami semua kegiatan Fr akan terpublikasi dengan optimal.
"Dipindahkan dari Blog Lama"

Minggu, Agustus 02, 2009

Hidup Bagaikan Pengembara




Hidup Bagaikan Pengembara

Allah mencela angan-angan dan orang yang panjang angan-angan


عن ابن عمر رضي الله عنهما قال أخذ رسول الله صلى الله عليه وسلم بمنكبي رضي الله عنه فقال - كن في الدنيا كأنك غريب , أو عابر سبيل - وكان ابن عمر رضي الله عنه يقول " إذا أمسيت فلا تنتظر الصباح وإذا أصبحت فلا تنتظر المساء وخذ من صحتك لمرضك ومن حياتك لمماتك " رواه البخاري

Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam memegang pundakku, lalu bersabda : Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau pengembara. Lalu Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata : “Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore dan pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit dan waktu hidupmu sebelum kamu mati”.

[Bukhari no. 6416]


Imam Abul Hasan Ali bin Khalaf dalam syarah Bukhari berkata bahwa Abu Zinad berkata : “Hadits ini bermakna menganjurkan agar sedikit bergaul dan sedikit berkumpul dengan banyak orang serta bersikap zuhud kepada dunia”. Abul Hasan berkata : “Maksud dari Hadits ini ialah orang asing biasanya sedikit berkumpul dengan orang lain sehingga dia terasing dari mereka, karena hampir-hampir dia hanya berkumpul dan bergaul dengan orang ini saja. Ia menjadi orang yang merasa lemah dan takut. Begitu pula seorang pengembara, ia hanya mau melakukan perjalanan sebatas kekuatannya. Dia hanya membawa beban yang ringan agar dia tidak terbebani untuk menempuh perjalanannya. Dia hanya membawa bekal dan kendaraan sebatas untuk mencapai tujuannya. Hal ini menunjukkan bahwa sikap zuhud terhadap dunia dimaksudkan untuk dapat sampai kepada tujuan dan mencegah kegagalan, seperti halnya seorang pengembara yang hanya membawa bekal sekadarnya agar sampai ke tempat yang dituju. Begitu pula halnya dengan seorang mukmin dalam kehidupan di dunia ini hanyalah membutuhkan sekadar untuk mencapai tujuan hidupnya.

Al ‘Iz ‘Ala’uddin bin Yahya bin Hubairah berkata : “Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam menganjurkan untuk meniru perilaku orang asing, karena orang asing yang baru tiba di suatu negeri tidaklah mau berlomba di tempat yang disinggahinya dengan penghuninya dan tidak ingin mengejutkan orang lain dengan melakukan hal-hal yang menyalahi kebiasaan mereka misalnya dalam berpakaian, dan tidak pula menginginkan perselisihan dengan mereka. Begitu pula para pengembara tidak mau membuat rumah atau tidak pula mau membuat permusuhan dengan orang lain, karena ia menyadari bahwa dia tinggal bersama mereka hanya beberapa hari. Keadaan orang merantau dan pengembara semacam ini dianjurkan untuk menjadi sikap seorang mukmin ketika hidup di dunia, karena dunia bukan merupakan tanah air bagi dirinya, juga karena dunia membatasi dirinya dari negerinya yang sebenarnya dan menjadi tabir antara dirinya dengan tempat tinggalnya yang abadi.

Adapun perkataan Ibnu Umar “Jika engkau di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu pagi dan jika engkau di waktu pagi, maka janganlah menunggu sore” merupakan anjuran agar setiap mukmin senantiasa siap menghadapi kematian, dan kematian itu dihadapi dengan bekal amal shalih. Ia juga menganjurkan untuk mempersedikit angan-angan. Janganlah menunda amal yang dapat dilakukan pada malam hari sampai datang pagi hari, tetapi hendaklah segera dilaksanakan. Begitu pula jika berada di pagi hari, janganlah berbiat menunda sampai datang sore hari dan menunda amal di pagi hari samapi datang malam hari.

Kalimat “pergunakanlah waktu sehatmu sebelum kamu sakit” menganjurkan agar mempergunakan saat sehatnya dan berusaha dengan penuh kesungguhan selama masa itu karena khawatir bertemu dengan masa sakit yang dapat merintangi upaya beramal. Begitu pula “waktu hidupmu sebelum kamu mati” mengingatkan agar mempergunakan masa hidupnya, karena angan-angannya lenyap, serta akan muncul penyesalan yang berat karena kelengahannya sampai dia meninggalkan kebaikan. Hendaklah ia menyadari bahwa dia akan menghadapi masa yang panjang di alam kubur tanpa dapat beramal apa-apa dan tidak mungkin dapat mengingat Allah. Oleh karena itu, hendaklah ia memanfaatkan seluruh masa hidupnya itu untuk berbuat kebajikan. Alangkah padatnya Hadits ini, karena mengandung makna-makna yang baik dan sangat berharga.

Sebagian ulama berkata : “Allah mencela angan-angan dan orang yang panjang angan-angan”.

Firman-Nya : “Biarkanlah mereka (orang-orang kafir) makan dan bersenang-senang serta dilengahkan oleh angan-angan, maka kelak mereka akan mengetahui akibatnya”. (QS. 15 : 3)

Ali bin Abu Thalib berkata : “Dunia berjalan meninggalkan (manusia) sedangkan akhirat berjalan menjemput (manusia) dan masing-masingnya punya penggemar, karena itu jadilah kamu penggemar akhirat dan jangan menjadi penggemar dunia. Sesungguhnya masa ini (hidup di dunia) adalah masa beramal bukan masa peradilan, sedangkan besok (hari akhirat) adalah masa peradilan bukan masa beramal”.



Anas berkata bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam pernah membuat beberapa garis, lalu beliau bersabda : “Ini adalah mannusia dan ini adalah angan-angannya dan ini adalah ajalnya ketika ia berada dalam angan-angan tiba-tiba datang kepadanya garisnya yang paling dekat (yaitu ajalnya)”.

Hadits ini memperingatkan agar orang mempersedikit angan-angan karena takut kedatangan ajalnya yang tiba-tiba dan selalu ingat bahwa ajalnya telah dekat. Barang siapa yang mengabaikan ajalnya, maka patutlah dia didatangi ajalnya dengan tiba-tiba dan diserang ketika ia dalam keadaan terperdaya dan lengah, karena manusia itu sering terperdaya oleh angan-angannya.

Abdullah bin Umar berkata : “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam melihat aku ketika aku dan ibuku sedang memperbaiki salah satu pagar milikku. Beliau bertanya:
‘sedang melakukan apa ini wahai Abdullah?’
Saya jawab : ‘Wahai Rasulullah, telah rapuh pagar ini, karena itu kami memperbaikinya’. Lalu beliau bersabda : ‘Kehidupan ini lebih cepat dari rapuhnya pagar ini’.
Kita memohon kepada Allah semoga kita dirahmati dan dijadikan orang yang zuhud terhadap kehidupan dunia dan menjadikan kita bersemangat mengejar apa yang ada di sisi-Nya dan menjadikan kita memperoleh kesenangan di hari kiamat. Sesungguhnya Dia adalah Tuhan yang Maha Dermawan, Maha Pemurah, Maha Pengampun dan Maha Belaskasih. Wallahu a’lam


Sumber : HadistArbain.CHM
Author : PercikanIman.ORG

Cahaya Hati





Allah engkau dekat penuh kasih sayang
Takkan pernah engkau biarkan hamba-Mu menangis
Karna kemurahan-Mu
Karna kasih sayang-Mu

Hanya bila diri-Mu
Ingin nyatakan cinta
Pada jiwa yang rela dia kekasih-Mu
Kau selalu terjaga yang memberi segala

Reff:
Allah Rahman Allah Rahim
Allahu Ya Ghafar Ya Nurul Qolbi
Allah Rohman Allah Rahim
Allahu Ya Ghafar Ya Nurul Qolbi

Di setiap nafas di segala waktu
Semua bersujud memuji memuja asma-Mu
Kau yang selalu terjaga yang memberi segala

Back to Reff:

Setiap mahluk bergantung pada-Mu
Dan bersujud semesta untuk-Mu
Setiap wajah mendamba cinta-Mu cahaya-Mu

Back to Reff:

Yaa Allah Ya Rahman
Yaa Allah Yaa Alllah Yaa Allah
Ya Nurul Qolbi
Yaa Allah

[Subhanallah, betapa Allah Maha Rahman, betapa Allah penuh kasih kawan]
[Tapi, mengapa sering kali kita marah, kesal, bahkan berburuk sangka padanya sahabat]
[Sungguh Allah Maha Rahman dan Rahim]
[Menangislah karena-Nya, terharulah karena Anugerah-Nya, dan Bahagailah atas segala nikmat-Nya]
Maka Nikmat Tuhanmu Yang Manakah Yang KAu Dustakan ?

Sabtu, Agustus 01, 2009

Dialog sms Tausiyah

Apa kabar hati?
masihkah ia embun?
merunduk tawadu' dipucuk-pucuk daun.
masihkah ia karan9?
berdiri te9ar men9hadapi 9elombang ujian.
Apa kabar iman?
masihkah ia bintan9?
teran9 benderan9 meneran9i kehidupan.
Apa kabar sawdaraku,biz kemaren kehujanan?
dimana pun en9kau brada
semoga ALLAH SWT senantiasa melindun9i dan menja9a dirimu,hatimu dan imanmu.
Aamiin

Hati?
ia embun pagi yang jernih
menetes dengan jernih laksana tawadu' dipucuk-pucuk dedaunan.
Karan9?
Ia karang ditengah lautan nan indah tak terlihat namun berdiri te9ar men9hadapi 9elombang ujian.
Iman?
ia bintan9 yang paling bersinar teran9 benderan9 meneran9i kehidupan malam & siang.
Sawdaramu?
Ia tak ingin mudah lemah karena lelah, payah & goyah..
karena Ada yang menguatkannya dikala lemah, lelah & asa...
Insya allah diriku,hatiku dan imanku akan selalu terjaga & terlindung olehNya melaluimu..
Dan semoga begitupun denganmu...:-)
[06-05-2009]

NASEHAT AL-GHAZALI UNTUK PELAJAR

Penulis: Henri Shalahuddin
"Ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiyat,” demikian petuah masyhur guru Imam Syafii, Waqi’. Ibnu Mas'ud r.a., salah satu Sahabat Nabi saw pernah berwasiat, bahwa hakekat ilmu itu bukanlah menumpuknya wawasan pengetahuan pada diri seseorang, tetapi ilmu itu adalah cahaya yang bersemayam dalam hati. Kedudukan ilmu dalam Islam sangatlah penting. Rasulullah saw., bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi hingga semut dalam tanah, serta ikan di lautan benar-benar mendoakan bagi pengajar kebaikan". (HR. Tirmidzi).

Mengingat kedudukannya yang penting itu, maka menuntut ilmu adalah ibadah, memahaminya adalah wujud takut kepada Allah, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya adalah sedekah dan mengingatnya adalah tasbih. Dengan ilmu, manusia akan mengenal Allah dan menyembah-Nya. Dengan ilmu, mereka akan bertauhid dan memuja-Nya. Dengan ilmu, Allah meninggikan derajat segolongan manusia atas lainnya dan menjadikan mereka pelopor peradaban.
Oleh karena itu, sebelum menuntut ilmu, Imam al-Ghazali mengarahkan agar para pelajar membersihkan jiwanya dari akhlak tercela. Sebab ilmu merupakan ibadah kalbu dan salah satu bentuk pendekatan batin kepada Allah. Sebagaimana shalat itu tidak sah kecuali dengan membersihkan diri dari hadas dan kotoran, demikian juga ibadah batin dan pembangunan kalbu dengan ilmu, akan selalu gagal jika berbagai perilaku buruk dan akhlak tercela tidak dibersihkan. Sebab kalbu yang sehat akan menjamin keselamatan manusia, sedangkan kalbu yang sakit akan menjerumuskannya pada kehancuran yang abadi. Penyakit kalbu diawali dengan ketidaktahuan tentang Sang Khalik (al-jahlu billah), dan bertambah parah dengan mengikuti hawa nafsu. Sedangkan kalbu yang sehat diawali dengan mengenal Allah (ma'rifatullah), dan vitaminnya adalah mengendalikan nafsu. (lihat al-munqidz min al-dhalal)
Sebagai amalan ibadah, maka mencari ilmu harus didasari niat yang benar dan ditujukan untuk memperoleh manfaat di akherat. Sebab niat yang salah akan menyeret kedalam neraka, Rasulullah saw., bersabda: "Janganlah kamu mempelajari ilmu untuk tujuan berkompetisi dan menyaingi ulama, mengolok-olok orang yang bodoh dan mendapatkan simpati manusia. Barang siapa berbuat demikian, sungguh mereka kelak berada di neraka. (HR. Ibnu Majah)
Diawali dengan niat yang benar, maka bertambahlah kualitas hidayah Allah pada diri para ilmuwan. "Barang siapa bertambah ilmunya, tapi tidak bertambah hidayahnya, niscaya ia hanya semakin jauh dari Allah", demikian nasehat kaum bijak. Maka saat ditanya tentang fenomena kaum intelektual dan fuqaha yang berakhlak buruk, Imam al-Ghazali berkata: "Jika Anda mengenal tingkatan ilmu dan mengetahui hakekat ilmu akherat, niscaya Anda akan paham bahwa yang sebenarnya menyebabkan ulama menyibukkan diri dengan ilmu itu bukan semata-mata karena mereka butuh ilmu itu, tapi karena mereka membutuhkannya sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah".
Selanjutnya beliau menjelaskan makna nasehat kaum bijak pandai bahwa 'kami mempelajari ilmu bukan karena Allah, maka ilmu itu pun enggan kecuali harus diniatkan untuk Allah', berarti bahwa "Ilmu itu tidak mau membuka hakekat dirinya pada kami, namun yang sampai kepada kami hanyalah lafaz-lafaznya dan definisinya". (Ihya' 'Ulumiddin)
Ringkasnya, Imam al-Ghazali menekankan bahwa ilmu saja tanpa amal adalah junun (gila) dan amal saja tanpa ilmu adalah takabbur (sombong). Junun berarti berjuang berdasarkan tujuan yang salah. Sedangkan takabbur berarti tanpa memperdulikan aturan dan kaedahnya, meskipun tujuannya benar. Maka dalam pendidikan Islam, keimanan harus ditanamkan dengan ilmu; ilmu harus berdimensi iman; dan amal mesti berdasarkan ilmu. Inilah sejatinya konsep integritas pendidikan dalam Islam yang berbasis ta'dib. Ta'dib berarti proses pembentukan adab pada diri peserta didik. Maka dengan konsep pendidikan seperti ini, akan menghasilkan pelajar yang beradab, baik pada dirinya sendiri, lingkungannya, gurunya maupun pada Penciptanya. Sehingga terjadi korelasi antara aktivitas pendidikan, orientasi dan tujuannya.
Ketika seseorang mempelajari ilmu-ilmu kedokteran, kelautan, tehnik, komputer dan ilmu-ilmu fardhu kifayah lainnya, maka mereka tidak memfokuskan niatnya pada nilai-nilai ekonomi, sosial, budaya, politik, atau tujuan pragmatis sesaat lainnya. Tapi kesemuanya ini dipelajarinya dalam rangka meningkatkan keimanan dan bermuara pada pengabdian pada Sang Pencipta. Disorientasi pendidikan diawali dengan hilangnya integritas nilai-nilai ta'dib dalam pendidikan (sekularisasi). Sekularisasi dalam dunia pendidikan berjalan dengan dua hal: (a) menempatkan ilmu-ilmu fardhu 'ain yang dianggap tidak menghasilkan nilai ekonomi dalam skala prioritas terakhir, atau dihapus sama sekali. Sehingga mahasiswa kedokteran misalnya, tidak perlu dikenalkan pelajaran-pelajaran agama. (b) mengutamakan pencapaian-pencapaian formalitas akademik. Sehingga keberhasilan seorang pelajar hanya ditentukan dari hasil nilai ujian yang menjadi ukuran pencapaian ilmu dan keberhasilan sebuah lembaga pendidikan.
Rusaknya dunia pendidikan terjadi ketika ilmu diletakkan secara salah sebagai sarana untuk mengejar syahwat duniawi. Padahal Ali bin Abi Talib r.a., telah mengingatkan: "Barang siapa yang kecenderungannya hanya pada apa yang masuk kedalam perutnya, maka nilainya tidak lebih baik dari apa yang keluar dari perutnya". Wallahu a'lam wa ahkam bis shawab. (***)

Senjaku Tiba




Senja..
Betapa ku menikmati Senja..
Melihat sang surya akan kembali ke peraduaanya..
Melihat Rembulan akan hadir di permukaan..
Dan saat keduanya bertemu akan ada suasana yang berbeda..
Itulah Senja dengan merah saganya..
Lingkaran mentari yg begitu nyata..
Menatapnya tak pernah lelah bagiku,
Selalu ada suasana yang berbeda..
Selalu ada himah yang terkandung...