Keutamaan Kualitas dibandingkan kuantitas
Seharusnya kita belajar dari perang badar dan perang uhud yang telah mengajarakan tentang kaderisasi itu sendiri. Lihat saja pada perang badar yang ketika itu pasukan muslim kurang lebih 300 orang bisa memenangkan perang melawan kafir yang jumlahnya 3000 lebih. Dan lihatlah pada perang uhud dimana tentara muslim yang ketika itu telah memiliki pasukan yang cukup banyak, tapi akhirnya kalah melawan kafir. Kalau kita tarik kesimpulan ini membuktikan bahwa yang hal yang paling utama dalam kaderisasi adalah kualitas kader bukan kuantitas kader. Lihat saja berapa banyakpun jumlah kader pada suatu fase dakwah, apalagi di dakwah kampus. Toh, pasti akan terjadi seleksi alam dan terbagilah menjadi kader hamasah dan kader futur.
Kalau sudah membicakan tentang kederisasi. Kita perlu lagi mengingat tentang arkanul bai’atnya Imam Hasan Al Banna. Bahwa urutan paling pertama yang perlu dipelajari oleh seorang kader dakwah adalah pemahaman dan yang terakhir adalah percaya.
Pernah kami mengalami kebingungan ketika harus berpikir bagaimana mengganti kader-kader dakwah yang mengundurkan diri dengan berbagai alasan; futurlah, lelah karena banyak amanahlah. Beberapa dari mereka introvert/tertutup, sehingga ketika kelelahan tidak pernah komplain bahkan hijrah ke harokah lain. Sebenarnya masalah ini membuat seorang Qiyadah cukup pusing, karena harus mengganti posisi yang kosong dengan keterbatasan kader yang kapabel dan kompeten. Bahkan ketika kami bingung mendistribusikan kader lembaga da’wah kami ke lini lain, awalnya begitu mudah melakukannya dengan beberapa pertimbangan dan sebab; yang pertama, hasil akselerasi pemahaman yang telah kami lakukan cukup berhasil pada peningkatan pemahamannya. Yang kedua, kami memberikan hak kepada mereka untuk memilih medan dakwahnya. Tapi, setelah kami pikirkan secara sekasama ternyata terasa berat untuk melepaskannya. Karena hanya dialah yang punya potensi untuk lembaga dakwah ini.
Ukhuwahnya begitu terasa
Ada beberapa pihak yang secara tidak langsung mengatakan bahwa lembaga da’wah ini kecil, mungkin benar –mungkin salah prasangka dari mereka. Karena bila dilihat dari dalam lembaga da’wah ini begitu besar dengan ukhuwahnya. Kami hanya 9 orang ikhwan dan akhwat yang belum pernah kenal sama sekali dan ketika bersama-sama dalam sebuah lembaga da’wah ini kami mulai butuh rasa untuk saling ta’aruf, tafahum, ta’awun dan takaful.
Ukhuwah merupakan basic thing yang pertama kali kami lakukan dalam menjalankan amanah kami sebagai puncak pimpinan. Ketika awal menjabat sebagai seorang GM kami mendapat tekanan yang sangat besar sekali. Tapi Maha Besarnya Allah, kami mempunyai saudara-saudara perjuangan untuk saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran seperti yang diunggkapan Allah dalam surat Al Ashr (Demi Masa). Sebuah nasehat yang kami dapatkan adalah untuk membangun ukhuwah pertama kali dan rasa memiliki, hal ini yang telah kami lakukan,
Tidak henti-hentinya kami saling mentausiyahi minimal seminggu sekali, bahkan bila salah satu diantara kami sedang futur maka kami tidak ragu-ragu untuk minta tausiyah dari saudara perjuangan. Ketika pertama kali memimpin wajihah da’wah ammah ini, kami saling menceritakan mimpi-mimpi kami satu sama lainnya, saling terbuka dalam memberi masukan berupa kritik dan saran yang bisa membangun dan memperbaiki kepribadian, saling memanggil yang menyenangkan saudara seperjuangan dengan panggilan yang disenangi, saling memberi senyum dan menyapa bila bertemu di jalan, dan kami sangat merindukan syuro-syuro kami bila liburan mulai tiba. Rasanya syuro ini bukanlah menjadi sebuah kewajiban tapi sudah menjadi sebuah kebutuhan ruhiyah kami.
Pernah terjadi diantara kami keadaan yang memaksa emosi salah satu dari kami naik sehingga saudara yang lain pun bersedih dan meneteskan air matanya di belakang kami. Tapi ternyata, hal itu merupakan sebuah motivasi untuk berbuat yang lebih baik bagi da’wah dan saudara kami. Sehingga meskipun di syuro-syuro terjadi debat yang sengit, maka di luar syuro kami akan saling memberikan senyum dan melupakan emosi-emosi yang memuncak di dalam syuro.
Sebuah gebrakan yang dilakukan oleh seorang GM yaitu dengan membuat “Surat Cinta GM FR”, surat khusus yang diberikan kepada setiap tim syuro dimana isinya kadang mengkritik sifat-sifat buruk kami, permintaan kritik dan saran bagi Sang Qiyadah, bahkan sebuah ilmu dan pemahaman lewat tausiyah tertulis yang tidak kami dapatkam di setiap pertemuan rutinan kami masing-masing. Lewat lembaga da’wah ini kami menyadari bahwa cara bersikap kepada seorang ikhwan dan bersikap kepada akhwat sangatlah berbeda, seorang ikhwan akan lebih mudah bila diberi instruksi yang tegas dan nasihat yang tegas meski menyakitkan sedangkan seorang akhwat mempunyai sudut pandang sendiri; mereka tidak bisa diberi nasehat yang tegas tapi harus dengan sebuah pengertian dan kelemahlembutan. Ya, namanya juga akhwat selalu menggunakan perasaan.
Kami menyadari dan beranggapan bahwa “Terminal Itu Bernama Canda” untuk setiap kelelahan kami mengorganisir kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan, kuliah-kuliah yang melelahkan bahkan hari-hari yang menyibukkan sehingga begitu cepatnya hari berlalu. Lewat terminal ini, hari-hari kami menjadi lebih ceria setelah betemu lewat syuro-syuro kami.
Mungkin kami akan merindukan waktu-waktu bersama yang telah dilewati di lembaga da’wah ini khususnya syuro-syuro kami. Ah, semoga kami akan menjaga persaudaraan kami meskipun nantinya akan sulit mempunyai kesempatan bertatap muka..
“itulah ukhuwah yang terindah ketika bertemu, rasanya begitu indah. Ketika bersama rasanya tidak mau berpisah. Dan ketika harus berpisah rasanya ingin terus bertemu dan bersama..Allah tetap ikatkan hati-hati kami, meski kami telah pergi dari tempat perjumpaan kami pertama kali”
Pemimpin dan yang dipimpin
Seorang pemimpin akan selalu menjadi sorotan yang dipimpinnya, mulai dari dia bersikap, senyum, cemberut, kewibaannya, sikap bahkan kehadiran-kehadirannya di syuro-syuro jundinya. Ada sebuah hadits yang cukup menggetarkan hati seorang calon pemimpin dan pemimpin nantinya :
“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (Mutafaqun’Aalaih dari Ibnu Umar).
Juga terdapat sebuah hadits,
“Apabila sebuah urusan diserahkan bukan pada ahlinya maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR Bukhari)
Seorang pemimpin bukanlah orang yang yang dipilih sembarangan begitu saja, mentang-mentang semangatnya tinggi langsung diangkat jadi pemimpin. Eh, ternyata pemahaman minim banget, baru ngaji di kampus. Mau jadi apa nantinya lembaga da’wah itu. Seperti yang kami jelaskan di Bab I sangat penting pemahaman itu. Seharusnya seorang pemimpin itu, orang yang lebih paham tentang da’wah khususnya da’wah kampus. Karena nantinya dia akan menjadi tempat bertanya bagi yang dipimpinnya, nah kalau jawabannya Cuma logika doank yang ‘akal-akalan’. Mau seperti apa pemahaman yang dipimpinnya nati.
Sangatlah benar bahwa pemimpin itu adalah orang yang paling pertama melakukan; mulai dari bermimpi untuk lembaga yang dipimpinnya, ketika menginstruksikan tugas membaca misalnya sebagai sebuah tambahan tsaqofah islamiyah maka seorang pemimpin yang harus pertama kali membacanya, dan hal-hal lainnya.
Ternyata tugas seorang pemimpin itu sangat berat. Tidak seringan yang dipikirkan beberapa orang. Terasa betul ketika baru memulai amanah ini, banyak hal yang harus dipikirkan mulai dari mimpi-mimpi untuk Forum Rohis ke depan dan yang tersulit bagaimana menyampaikan mimpi-mimpi ini ke yang dipimpin sehingga punya satu visi, misi, tujuan dan persepsi. Alhamdulillah, ketika baru memulai ditemani oleh seorang ukhti yang selalu mengingatkan (suqran katsir ukht). Kalau gak mungkin langsung ngedown. Ya ini semua karena Allah segala pertemuan dan perpisahan. Sungguh benar artikel yang yang berjudul “Ikhwan Partner Sejati Akhwat”. Mungkin ukhti itu yang cukup tahu bagaimana kondisinya ketika pertama kali menjalankan amanah ini.
Harapan dan cita-cita
Sebagai seorang pemimpi, tentu saja banyak sekali harapan dan cita-cita untuk FR ini ke depan. Ya, hal real yang telah dikepengurusan ini adalah pola kaderisasi “Top Management” dengan sistem “Penjenjangan Karir”. Meski awalnya tidak mudah karena dibutuhkan akselerasi yang cepat dan memaksa. Dengan kata lain, tingkat risiko tinggi. Jika berhasil maka akan sukses besar, namun jika gagal maka akan berantakan semuanya. Bahkan FR ini tidak akan berjalan.
Dan yang terbaik dari HRD Forum Rohis sebelumnya adalah telah membuat pola kaderisasi di FR, yang menurut kami sangat bagus apabila berjalan dengan optimal. Kemudian untuk syiar yang masih gagal untuk diterapkan dengan sistem penjenjangan karir telah menorehkan prestasi yang cukup gemilang, yaitu dengan “Lechi Freshnya” yang cukup diterima baik oleh mahasiswa diploma, bahkan kekurangan. Meski saya bermimpi Syiar bisa membangun Taspennya, semoga kepengurusan mendatang bisa terwujud.
Kemudian, kalau boleh jujur saya bangga sekali dengan PeWe FR yang dipimpin Ukh Husna, jazakillah Ukht. Af1 ya pernah berkata kasar. Dengan UCHIWAnya, cukup banyak mahasiwi diploma yang tertarik. Mengapa saya bilang berhasil, karena dengan jumlah pengurus 7 saja mereka bisa mengajak 2 sampai 3 kali lipatnya dan continue.
Nah, Beka FR adalah departemen yang baru di FR pada kepengurusan kami, tugasnya kurang lebih sebagai Fund Rising FR, dan posisi Top Managementpun diisi oleh pakar-pakar kedanusan diploma. Tapi memang mereka sendiri mengakui masih banyak kekurangan. Tapi dengan kepemimpinan mereka membuat kepengurusan departemen ekonomi yang menajdi follow up BeKa FR, punya mimpi-mimpi yang real.
Kesimpulan dari kepengurusan tahun kemarin secara garis besar adalah minimnya publikasi dan Fr yang masih terkesan ekslusif,. Namun, untuk antisipasi hal itu kami telah berencana untuk membuat tim PR, yang akan menjadi perpanjangan tangan departemen-departemen FR dan mimpi kami semua kegiatan Fr akan terpublikasi dengan optimal.
"Dipindahkan dari Blog Lama"
Sabtu, Agustus 22, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar